* Apabila pembaca mendapatkan kesalahan mohon berkenan mengoreksi (terima kasih).

Kamis, 28 Februari 2008

1.4 I’rab dan Bina (bag. 1)

1.4 I’rab dan Bina
Apabila kalimat disusun dalam suatu jumlah, maka diantaranya ada lafazh yang berubah akhirnya dengan perbedaan kedudukannya karena perbedaan amil yang mendahuluinya. Dan diantaranya ada yang tidak berubah akhirnya, walaupun amil yang mendahuluinya berbeda. Maka yang pertama disebut Mu’rab dan yang kedua disebut Mabni. Perubahan karena pengaruh amil itu dinamai I’rab dan tidak berubahnya karena pengaruh amil itu dinamai Mabni.
I’rab adalah pengaruh baru dari amil terhadap suatu kalimat, maka keadaan akhirnya ada yang dirafa’kan atau dinashabkan atau dijarkan atau dijazmkan tergantung i’rab yang dituntut oleh amil.
Bina adalah tetapnya akhir kalimat pada suatu keadaan, walaupun amil-amil yang mendahuluinya berbeda, maka amil-amil yang berbeda itu tidak memberi pengaruh pada lafazh tersebut.

Mu’rab dan Mabni
Mu’rab adalah kalimat yang berubah akhirnya karena perubahan amil yang mendahuluinnya, seperti: السماءِ والأرض والرجل ويكتب

(Kalimat) Mu’rab adalah: Fi’il Mudhari’ yang tidak bertemu dengan dua nun taukid dan tidak bertemu pula dengan nun niswah. Semua isim itu mu’rab kecuali sedikit saja (yang mabni).

(Kalimat) Mabni adalah kalimat yang tetap dalam suatu keadaan tanpa perubahan, walaupun amil-amil yang mendahuluinya berubah, seperti: هذه وأين ومَنْ وكتبَ واكتُبْ

(Kalimat mabni) adalah: Fi’il madhi dan fi’il amr (keduanya mabni selamanya), dan fi’il yang bersambung dengan salah satu nun taukid atau nun niswah, dan sebagian isim-isim. Asal pada kalimah huruf dan fi’il adalah mabni.

Macam-macam Bina
Mabni, baik yang huruf akhirnya tetap sukun, seperti: اكتبْ ولمْ atau tetap dhamah, seperti: حيث وكتبوا atau tetap fatah, seperti: كتبَ وأين atau tetap kasrah, seperti: هؤُلاءِ dan الباء pada lafazh بِسمِ الله , ketika itu dikatakan mabni sukun, mabni dhamah, mabni fatah atau mabni kasrah. Maka i’rab terbagi kepada empat macam, yaitu: sukun, dhamah, fatah dan kasrah.
Pengetahuan tentang lafazh yang dimabnikan tergantung pada isim-isim dan huruf-huruf tersebut melalui mendengar dan menukil dari shahihin (orang-orang yang terpercaya), maka sungguh isim-isim dan huruf-huruf itu ada yang dimabnikan kepada dhamah, kepada fatah, kepada kasrah dan kepada sukun, jadi pengetahuan yang demikian itu bukan dengan kecermatan semata.

Macam-macam I’rab
I’rab ada empat macam, yaitu: rafa’, nashab, jar dan jazm.
Fi’il yang mu’rab mengalami perubahan pada akhirnya dengan i’rab rafa’, i’rab nashab, i’rab jazm, seperti: يكتُبُ، ولن يكتبَ، ولم يكتبْ
Dia sedang (akan) menulis, dia tidak akan pernah menulis, dia tidak menulis.

Isim yang mu’rab mengalami perubahan pada akhirnya dengan i’rab rafa’, i’rab nashab dan i’rab jar, seperti:

العلمُ نافعٌ
Ilmu itu bermanfaat.

ورأيتُ العلمَ نافعاً
Aku melihat ilmu yang bermanfaat.

واشتغلتُ بالعلمِ النافعِ
Aku sibuk dengan ilmu yang bermanfaat.
(Dengan keterangan di atas, kita dapat mengetahui bahwa i’rab rafa’ dan nashab keduanya ada pada fi’il dan isim, i’rab jazm khusus pada fi’il, dan i’rab jar khusus pada isim.

Alamat I’rab
Alamat i’rab adalah harkat atau huruf, atau hadzfu (membuang).
Harkat ada tiga, yaitu: dhamah, fatah dan kasrah.
Huruf ada empat, yaitu: alif, nun, wau dan ya.
Membuang: adakalanya memutuskan harkat (disebut sukun), dan adakalanya memutus huruf akhir.

a. Alamat Rafa’
I’rab rafa’ mempunyai empat alamat (tanda), yaitu: dhamah, wau, alif dan nun.
Dhamah merupakan alamat yang pokok.
Contoh:

يحَبّ الصادقُ
Orang yang jujur disukai.

أفلح المؤمنون. لِيُنفِق ذو سَعة من سَعتِه
Beruntunglah orang-orang yang beriman.
Agar orang yang mempunyai kelebihan menafkahkan kelebihannya
.

يُكرَمُ التلميذان المجتهدان.
Dua murid yang rajin itu dimuliakan.

تنطِقون بالصدق
Mereka berbicara dengan kebenaran.

b. Alamat Nashab
I’rab nashab mempunyai lima alamat, yaitu: fatah, alif, ya kasrah dan membuang nun.
Fatah merupakan alamat yang asal.
Contoh:
جانب الشرّ فَتسلَمَ
Jauhilah keburukan maka engkau akan selamat.

أعطِ ذا الحقِّ حَقّهُ
Berikanlah hak itu kepada orang yang berhak menerimanya.

يُحِبُّ اللهُ المتقين
Allah SWT mencintai orang-orang yang bertakwa.

كان أبو عبيدة عامرُ بنُ الجرّاح وخالد بنُ الوليد قائدينِ عظيمين
Abu U’baidah bin Jarrah dan Khalid bin Walid adalah dua komandan yang besar.

أَكرمِ الفتَياتِ المجتهداتِ
Muliakanlah murid-murid perempuan yang bersungguh-sungguh.

لن تنالوا البِرَّ حتى تُنفقوا مما تُحبون
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. (Ali Imran: 92)
c. Alamat jar
i’rab jar mempunyai tiga alamat, yaitu: kasrah, ya dan fatah.
Kasrah merupakan alamat yang pokok.
Contoh:

تَمسّكْ بالفضائل
perpeganglah yang kuat kepada hal-kal yang utama.

أطِع أمرَ أبيك
Taatilah perintah Bapakmu.

المرءُ بأصغرَيه: قلبهِ ولسانه
Manusia itu dengan dua hal: jiwa dan dan kata-katanya.

تقرّبْ من الصادقين وانأ عن الكاذبين
Dekatlah dengan orang-orang yang benar dan jauhilah orang-orang yang bodoh.

ليس فاعلُ الخيرَ بأفضلَ من الساعي فيه
Pelaku kebaikan tidaklah lebih utama dengan orang yang selaku berusaha didalamnya.

d. Alamat jazm
i’rab jazm mempunyai tiga alamat, yaitu sukun, membuang huruf akhir dan membuang nun. Sukun merupakan alamat yang asal.
Contoh:

مَنْ يفعلْ خيراً يَجِدْ خيراً، ومن يَزرَعْ شرًّا يَجنِ شرًّا.
Siapa yang berbuat baik akan mendapatkan buah kebaikannya, dan siapa yang berbuat buruk akan menuai keburukan.

افعل الخيرَ تَلقَ الخيرَ
Kerjakanlah kebaikan, niscaya engkau akan menjumpai kebaikan.

لا تَدعُ إلا اللهَ
Janganlah berdoa kesuali kepada Allah.

قولوا خيراً تغنَموا، واسكتُوا عَن شرّ تَسلَموا
Berkatalah kalian yang baik, niscaya akan mendapatkan balasan, dan tahanlah diri dari yang buruk niscaya kalian akan selamat.

Mu’rab dengan Harkat dan Mu’rab dengan Huruf
Mu’rab dibagi dua: sebagian kalimah dii’rab dengan harkat, dan sebagian lagi dii’rab dengan huruf.
Kalimah yang dii’rab dengan harkat yaitu: isim mufrad, jamak taksir, jamak muannats salim, dan fi’il mudhari’ yang kosong dari sesuatu (huruf tambahan seperti dua nun taukid atau nun inats).
Keempat macam kalimat itu dirafa’kan dengan dhamah, dinashabkan dengan fatah, dijarkan dengan kasrah, dan dijazmkan dengan sukun, kecuali:
- Isim yang tidak menerima tanwin (ghair munsharif) karena isim ini dijarkan dengan fatah. Contoh:

صلى اللهُ على إِبراهيمَ
Semoga rahmat Allah senantiasa dilimpahkan atas Ibrahim.

- Jamak muannats salim, karena nashabnya dengan kasrah, contoh:
أكرمتُ المجتهدات
Aku memuliakan wanita-wanita yang sungguh-sungguh.
- Fi’il mudhari’ mu’tal akhir, karena dijazmkan dengan membuang huruf akhirnya, seperti:
لم يخشَ، ولم يمشِ، ولم يغزُ
Ia tidak takut, ia tidak berjalan dan ia tidak berperang.
Kalimah yang dii’rab dengan huruf ada empat pula, yaitu: Mutsanna dan mulhaknya, jamak mudzakkar salim dan mulhaknya, asmaulkhamsah, dan af’alul khamsah.

Asmaulkhamsah yaitu: أبو وأخو وحمُو وفو وذو
Af’alulkhamsah yaitu: setiap fi’il mudhari’ yang huruf akhirnya bertemu dengan dhamir tatsniah atau jamak atau ya muannats mukhathabah, seperti:
يذهبان، وتذهبان، ويذهبون، وتذهبونَ، وتذهبين
Penjelasan secara detail akan disajikan pada pembahasan tentang i’rab isim-isim dan fi’il-fi’il.

Minggu, 17 Februari 2008

1.3 Murakkab (Susunan Kalimat), Macam-macam dan I’rabnya (Bag.2 )

1.3 Murakkab (Susunan Kalimat), Macam-macam dan I’rabnya (Bag.2 )

3.4 Murakkab ’Athfy
Murakkab ’Athfy adalah murakkab yang disusun dari ma’thuf dan ma’thuf ilaih, dengan perantaraan huruf athaf diantara keduanya, contoh:

ينالُ التلميذُ والتلميذةُ الحمدَ والثَّناء، إذا ثابرا على الدرس والاجتهاد
Murid laki-laki dan murid perempuan menerima pujian dan sanjungan apabila keduanya selalu belajar dan bersungguh-sungguh.

Hukum lafazh setelah huruf athaf adalah mengikuti lafazh sebelumnya dalam i’rabnya.

3.5 Murakkab Mazjy
Murakkab mazjy adalah setiap dua kalimat yang keduanya disusun menjadi satu kalimat, seperti:
بعلبكْ وبيت لحمْ وحضْرموت وسيبويه وصباح مساء وشذر مذر

Apabila murakkab mazjy itu berupa alam, maka dii’rab dengan i’rab isim ghair munsharif, contoh:

بعلبكْ بلدةٌ طيبةُ الهواء
Ba’labak adalah negara yang udaranya sejuk.

سكنتُ بيت لحم
Aku tinggal di Baitulahmi (Betlehm).
سافرتُ إلى حضْرموْت
Aku pergi ke Hadhramaut.
Apabila keadaan juz keduanya itu lafazh "ويْه", maka dimabnikan kepada kasrah selamanya, contoh:
سيبويه عالمٌ كبيرٌ
Imam Sibawaih adalah seorang alim yang agung.

رأيتُ سيبويه عالماً كبيراً
Aku memandang Imam Sibawaih sebagai seorang alim yang agung.

قرأتُ كتاب سيبويه
Aku membaca kitab Imam Sibawaih.
Apabila keadaan murakkab mazjy itu bukan alam, kedua juznya dimabnikan kepada fatah, contoh:
زُرْني صباح مساء
Shabaha masaa (nama orang) mengunjungiku.

أنت جاري بيت بيت
Engkau, Baita baita (nama orang) tetanggaku.

3. 6 Murakkab ’Adady
Murakkab ’adady adalah bagian dari murakkab mazjy, yaitu setiap dua bilangan yang disusun dengan perantaraan huruf athaf yang ditakdirkan, yaitu bilangan dar أحد عشر sampai تسعة عشر . Dan dari الحادي عشر sampai الحادي عشر .
(Adapun bilangan واحد وعشرون sampai تسعة وتسعين tidak termasuk murakkab ’adady, karena huruf athafnya disebut, jadi termasuk murakkab ’athfy).
Harkat fatah pada kedua juz murakkab ’adady adalah wajib, baik keadaannya dirafa’kan, seperti:
جاء أحدَ عشر رجلاً
Telah datang sebelas laki-laki.
Atau dinashabkan, seperti:
{رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَباً} [يوسف: 4]
Aku melihat sebelas bintang.

Atau dijarkan, seperti:

أحسنتُ الى أحد عشر فقيراً

Aku berbuat baik kepada sebelas orang fakir.

Walaupun keadaan kedua juz ketika itu adalah mabni fatah, tetapi keadaan mahalnya dirafa’kan atau dinashabkan atau dijarkan, kecuali bilangan اثنيْ عشر , kalimat ini juz awalnya di’irab dengan i’rab mutsanna, yaitu rafa’nya dengan alif, seperti:

جاء اثنا عشر رجلاً
Telah datang dua belas laki-laki.
Nashabnya dengan ya, seperti:

أكرمتُ اثنتي عشرة فقيرةً باثني عشر درهماً
Aku memuliakan dua belas orang fakir (perempuan) dengan dua belas dirham.

Dan juz keduanya dimabnikan kepada fatah, dan tidak ada mahal baginya dalam i’rab, maka lafazh itu menempati tempat nun dari mutsanna.

Dan bilangan yang berwazan فاعل yang tersusun dari lafazh العشرة seperti:
الحادي عشر sampai التاسع عشر maka kedua juznya dimabnikan kepada fatah, seperti:

جاء الرابع عشر
Telah datang yang kelima belas.
رأيتُ الرابعة عشْرة
Aku melihat yang kelima belas.
مررتُ بالخامس عشر
Aku bertemu dengan yang kelima belas.
Kecuali apabila juz yang awalnya diakhiri dengan huruf ya, maka keadaan juz awal itu dimabnikan kepada sukun, seperti:
جاء الحادي عَشرَ والثاني عشرَ
Telah datang yang kesebelas dan yang kedua belas.
ورأيتُ الحاديَ عَشرَ والثانيَ عشرَ
Aku melihat yang kesebelas dan yang kedua belas.
ومررتُ بالحادي عَشرَ والثاني عشر
Aku bertemu dengan yang kesebelas dan yang kedua belas.



Hukum ’adad (hitungan) dan ma’dud (yang dihitung)
Jika keadaan ’adadnya satu atau dua maka hukumnya dimudzakkarkan beserta ma’dudnya mudzakkar, dan ’adadnya dimuannatskan jika ma’dudnya muannats.
Engkau berkata:
رجلٌ واحد، وامرأةٌ واحدة
Seorang laki-laki, dan seorang perempuan.

ورجلانِ اثنانِ، وامرأتان
Dua orang laki-laki dan dua orang perempuan.

Lafazh أحدٌ sebagaimana واحدٍ , engkau berkata:

أحدُ الرجال، احدى النساءِ
Seorang laki-laki dan seorang perempuan.

Apabila ’adadnya dari tiga sampai sepuluh, wajib dimuannatskan beserta (yang dihitungnya) mudzakkar. Dan ’adad dimudzakkarkan beserta (yang dihitungnya) muannats, Engkau berkata:

ثلاثةُ رجالٍ وثلاثة أقلامٍ
Tiga laki-laki dan tiga pena.

ثلاث نساءٍ وثلاث أيدٍ
Tiga wanita dan tiga tangan.

Kecuali apabila ‘adanya العشرةُ (sepuluh) disusun, maka disesuaikan dengan ma’dud (yang dihitung), dimudzakkarkan beserta (yang dihitungnya) mudzakkar dan ‘adadnya dimuannatskan beserta (yang dihitungnya) muannats, Engkau berkata:

ثلاثة عشر رجلاً، وثَلاث عشْرة امرأةً
Tiga belas laki-laki dan tiga belas perempuan.

Apabila keadaan ‘adadnya berwazan فاعلٍ datang disesuaikan dengan ma’dud yang mufrad dan murakkab, engkau berkata:
البابُ الرابعُ، والبابُ الرابعَ عَشرَ
Bab yang keempat dan bab yang keempat belas.
الصفحة العاشرة، والصفحة التاسعةَ عشْرةَ
Halaman sepuluh dan halaman yang kesembilan belas.

Harkat huruf syin pada lafazh العشرةِ والعشر difatahkan beserta ma’dud yang mudzakkar, dan sukun beserta ma’dud yang muannats, engkau berkata:

عَشَرة رجال وأحد عشَرة رجلا
Sepuluh laki-laki dan sebelas laki-laki.

عشْر نساءٍ وإحدى عشْرة امرأةً
Sepuluh perempuan dan sebelas perempuan.

Rabu, 13 Februari 2008

1.3 Murakkab (Susunan Kalimat), Maca-macam dan I’rabnya (Bag.1)

1.3. Murakkab (Susunan Kalimat), Macam-macam dan I’rabnya (Bag.1)

murakkab adalah suatu perkataan yang tersusun dari dua kalimat atau lebih yang mempunyai faidah, baik faidahnya secara sempurna, seperti:
النجاةُ فى الصدق
Kesuksesan itu ada pada kejujuran.
Atau faidahnya belum sempurna, seperti:

نور الشمس. الإنسانية الفاضلة. إن تُتقِن عَمَلك
Cahaya matahari
Sifat kemanusiaan yang sempurna
Jika engkau yakin pada perbuatanmu
.
Murakkab ada enam, yaitu: Murakkab isnady (jumlah), murakkab idhafy, murakkab bayany, murakkab ‘athfy, murakkab mazjy, murakkab ‘adady.

3.1 Murakkab Isnady atau Jumlah
Isnad artinya hukum dengan sesuatu, sebagaimana hukum atas Zuhair dengan kesungguhan, dalam kalimat: "زُهيرٌ مجتهد".
Zuhair itu orang yang bersungguh-sungguh.

Yang menerima suatu hukum itu disebut musnad
Yang dikenai hukum itu disebut musnad ilaih.
Jadi, musnad adalah lafazh yang engkau memberi suatu hukum dengan lafazh tersebut. Sedangkan musnad ilaih adalah lafazh yang engkau memberi hukum kepada lafazh tersebut.

Murakkab isnady, yang disebut pula dengan jumlah, adalah jumlah yang tersusun dari musnad dan musnad ilaih, contoh:

الحلمُ زينٌ. يُفلحُ المجتهدُ
Lemah lembut itu hiasan.
Beruntunglah orang yang bersungguh-sungguh.

الحلمُ adalah musnad ilaih, karena engkau menyandarkan lafazh زينٌ kepadanya dan memberi hukum atasnya. Sedangkan lafazh زينٌ itu musnad (yang disandarkan), karena engkau menyandarkan lafazh tersebut kepada lafazh الحلمُ . Dan lafazh يُفلحُ disandarkan kepada lafazh المجتهدُ , maka lafazh يُفلحُ itu musnad ilaih dan lafazh المجتهدُ itu musnad.

Musnad ilaih itu adalah: fa’il, naib fa’il, mubtada, isim fi’il naqish, isim huruf yang beramal dengan amal laisa, isim inna dan akhwatnya, isim la nafy liljinsy.
Contoh-contoh:

فالفاعلُ مثلُ: "جاء الحق وزهقَ الباطل"
Fa’il, seperti: ”Kebenaran itu telah datang dan kepalsuan itu segera menghilang”.

ونائبُ الفاعل مثل: "يعاقبُ العاصون، ويثابُ الطائعون"
Naib Fa’il, seperti: ”Orang-orang yang durhaka akan disiksa, dan orang-orang yang taat akan diberi pahala”.

والمبتدأُ مثل: "الصبرُ مفتاحُ الفرَجِ"
Mubtada, seperti: ”Sabar itu kunci kelapangan”.

واسمُ الفعلِ الناقص مثلُ: {وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيماً حَكِيماً} [النساء: 17]
Isim fi’il naqish, seperti: ” Dan adalah Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

واسمُ الأحرفِ التى تعملُ عملَ "ليس" مثلُ: "ما زُهيرٌ كَسولا.
تَعزّ فلا شيءٌ على الارض باقياً
اتَ ساعةَ مندَمِ.
إنْ أحدٌ خيراً من أحدٍ إلا بالعلمِ والعمل الصالح
Isim huruf-huruf yang beramal seperti amal laisa, seperti:
- Zuhaer bukanlah orang yang malas.
-
-
- Tidaklah sekali-kali seorang lebih baik dari yang lain selain dengan ilmu dan amal shaleh.

واسمُ "إنّ" مثلُ: {ِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ} [آل عمران: 119]
Isim inna dan akhwatnya, seperti: ” Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati”.

واسمُ "لا" النافية للجنس مثل {لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ ٱللَّهُ} [الصافات: 35]
Isim la nafy liljinsy, seperti: ”Tiada Tuhan selain Allah”.

Musnad yaitu: fi’il, isim fi’il, khabar mubtada, khabar fi’il naqish, khabar huruf-huruf yang beramal dengan amal laisa, khabar inna dan akhwatnya.
Musnad bisa berupa:
- Fi’il, seperti:

{قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ} [المؤمنون: 1]
Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman.
- Sifat yang dimusytaq dari fi’il, seperti:

الحق أبلجُ
Kebenaran itu lebih terang.
- Isim jamid yang mengandung makna isim sifat yang musytaq, seperti:

الحقُ نورٌ، والقائمُ به أسدٌ
(والتأويل: (الحق مضيء كالنورِ، والقائم به شجاع كالاسد)
Kebenaran itu lebih terang, dan yang berpegang teguh kepadanya adalah singa.
(takwilnya: Kebenaran itu menyinari keperti cahaya, dan orang yang berpegang teguh kepadanya berani seperti singa).

Tentang mufrad dan musnad ilaih akan dijelaskan nanti pada pembicaraan tentang i’rab, pada sub judul Khulashah (kesimpulan) Bahasa Arab.

Kalam
Kalam adalah jumlah yang mempunyai faidah terhadap makna yang sempurna yang cukup dengan dirinya, seperti:

رأس الحكمةِ مخافةُ الله
Pokok dari hikmah adalah merasa takut kepada (azab) Allah.

. فاز المُتَّقون
Beruntunglah orang-orang yang bertakwa.

من صدَق نج
Barang siapa yang benar pasti selamat.
Apabila jumlah itu belum mempunyai suatu faidah terhadap suatu makna yang sempurna yang cukup dengan dirinya, maka tidak disebut dengan kalam, seperti:

ان تجتهد في عملك
Jika engkau bersungguh-sungguh dalam amalmu
Maka kalimat ini jumlah yang belum mempunyai faidah, karena jawab syarat dari kalimat ini belum disebut dan tidak diketahui, maka ini tidak disebut dengan kalam, tetapi jika engkau telah menyebutkan jawabnya, seperti:

ان تجتهد في عملك تنجح
Jika engkau bersungguh-sungguh dalam amalmu, engkau pasti sukses.
Maka kalimat ini menjadi kalam.

3.2 Murakkab Idhafy
Murakkab idhafy adalah kalimat yang tersusun dari mudhaf dan mudhaf ilaih, contoh:

Buku murid : كتاب التلميذ
Cincin perak : خاتم فضةٍ
Puasa nahar (arafah) : صوْم النهار
Hukum bacaan juz yang kedua itu dijarkan selamanya, sebagaimana engkau lihat.

3.3 Murakkab Bayany
Murakkab bayany adalah setiap dua kalimat yang kalimat keduanya menjelaskan makna dari kalimat pertama. Murakkab ini dibagi kepada tiga bagian, yaitu:
- Murakkab washfy, yaitu murakkab yang tersusun dari sifat dan maushuf, contoh:

فاز التلميذُ المجتهدُ
Telah beruntung murid yang sungguh-sungguh.

أكرمتُ التلميذَ المجتهدَ
Aku memuliakan murid yang sungguh-sungguh.

طابت اخلاقُ التلميذِ المجتهدِ
Telah bagus akhlak dari murid yang sungguh-sungguh.
- Murakkab taukidy (taukid), yaitu murakkab yang tersusun dari muakkad dan muakkid, contoh:

جاء القومُ كلُّهُم
Kaum itu telah datang seluruhnya.

أكرمتُ القومَ كُلَّهم
Aku memuliakan kaum itu seluruhnya.

، أحسنتُ إلى القوم كلِّهم
Aku menganggap baik kepada kaum itu seluruhnya.
- Murakkab badaly, yaitu muakkad yang terdiri dari badal dan mubdal minhu, contoh:

جاء خليلٌ أخوك
Telah datang Khalil saudaramu.

رأيت خليلاً أخاك
Aku telah melihat Khalil saudaramu.

. مررت بخليلٍ أخيكَ
Aku telah bertemu dengan Khalil saudaramu.
Hukum juz kedua dari murakkab bayany adalah mengikuti juz yang pertama pada i’rabnya, sebagaimana engkau lihat.

Senin, 04 Februari 2008

1.2. Kalimah dan Pembagiannya

1.2. Kalimah dan Pembagiannya
Kalimat adalah lafazh yang menunjukkan suatu makna yang mufrad (tunggal).
Kalimah dibagi tiga, yaitu: Isim, fi’il dan Huruf.

Isim
Isim adalah kalimah yang menunjukkan kepada suatu makna pada dirinya tanpa diikuti oleh waktu, seperti:
خالد وَفرَسٍ وعُصفورٍ ودارٍ وحنطةٍ وماء

Ciri-ciri isim adalah:
- Sah diberitakan, seperti:
ta pada lafazh "كتبتُ"
alif pada lafazh "كتبَا"
wau pada lafazh "كتبوا"
- Menerima alif lam, seperti: الرجل
- Atau menerima tanwin, seperti: فرَس
- Atau menerima huruf nida, seperti: يا أيُّها الناسُ
- Atau menerima huruf jar, seperti: اعتمد على من تثِقُ به

Tanwin
Tanwin adalah nun sakinah zaidah yang mengikuti huruf akhir suatu lafazh dari isim-isim. Perbedaannya secara kutulisan dan kenyataan.
Tanwin dibagi tiga, yaitu:
1. Tanwin Tamkin, yaitu tanwin yang mengikuti isim-isim mu’rab yang munsharif, seperti: رجُلٍ وكتابٍ.
Karenanya tanwin ini disebut pula tanwin sharaf.

2. Tanwin Tankir, yaitu tanwin yang mengikuti sebagian isim-isim mabni, seperti isim fi’il, isim alam yang diakhiri dengan tanwin, contoh lafazh "وَيْه" , sebagai pembeda antara makrifat dan nakirahnya. Maka lafazh yang memakai tanwin adalah nakirah, dan lafazh yang tidak memakai tanwin adalah makrifat. Contoh:

"صَه وصَهٍ ومَه ومَهٍ وإيه وإيهٍ"
"مررتُ بسيبويه وسيبويهٍ آخرَ"

Aku bertemu dengan Imam Sibawaih dan Sibawaih yang lain
(Maksudnya seorang laki-laki lain yang bernama Sibawaih juga).
Sibawaih yang pertama adalah makrifat, sedangkan yang kedua adalah nakirah.
Apabila engkau berkata: "صه" (tanpa tanwin) berarti engkau menuntut agar sipembicara diam dari tema yang sedang dibicarakan.
Apabila engkau berkata: "مه" (tanpa tanwin) berarti engkau menuntut agar mukhathab tidak melakukan perbuatan tertentu.
Apabila engkau berkata: "ايه" (tanpa tanwin) berarti engkau menuntut agar mukhathab menambahkan cerita yang engkau ceritakan kepadanya.
Apabila engkau berkata: "صه ومه وايه" (dengan tanwin), maka engkau menuntut agar mukhathab berhenti dari semua pembicaraannya, dan menahan dari segala perbuatan, dan meminta tambahan dari cerita-serita lain.

3. Tanwin Iwadh (pengganti), yaitu:
- adakalanya menjadi pengganti dari isim mufrad, seperti pada lafazh: " كلاً وبعضاً وأيّاً
- adakalanya menjadi pengganti dari mudhaf ilaih, seperti: "كلُّ يموت" أي: كلُّ إنسان.
diantara contohnya, firman Allah SWT:
{وَكُـلاًّ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْحُسْنَىٰ} [النساء: 95]
Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga)

وقوله {تِلْكَ ٱلرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ} [البقرة: 253
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain.

وقوله: {أَيّاً مَّا تَدْعُواْ فَلَهُ ٱلأَسْمَآءَ ٱلْحُسْنَىٰ} [الإسراء: 110]
Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaulhusna (nama-nama yang terbaik)

- adakalanya menjadi pengganti dari jumlah, yaitu tanwin yang mengikuti lafazh "إذْ", sebagai pengganti dari jumlah setelahnya, seperti firman Allah SWT:

{فَلَوْلاَ إِذَا بَلَغَتِ ٱلْحُلْقُومَ * وَأَنتُمْ حِينَئِذٍ تَنظُرُونَ} [الواقعة: 83ـ84]

[83] Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan,
[84] padahal kamu ketika itu melihat,
أي: حينَ إذْ بلغت الروحُ الحلقوم


- dan adakalanya menjadi pengganti dari huruf. Yaitu tanwin yang mengikuti isim-isim manqush yang tercegah dari sharaf (tanwin), pada dua keadaan rafa’ dan jar sebagai pengganti dari huruf-huruf yang dibuang, seperti:
جَوارٍ وغَواشٍ وعَوادٍ واعَيمٍ (تصغير أعمى) وراجٍ (علم امرأة
dan lafazh seumpamanya dari setiap isim manqush yang tercegah dari sharaf (tanwin), maka diberi tanwin yang bukan tanwin sharaf sebagaimana tanwin pada isim-isim munsharif, karena lafazh ini tercegah dari tanwin, tanwin di sini adalah sebagai pengganti dari huruf ya yang dibuang, asal dari lafazh-lafazh tersebut adalah:

جَواري وَغواشي وعَوادي وأَعيمي وراجِي

Adapun pada keadaan nashab, huruf ya-nya dikembalikan dan dinashabkan tanpa tanwin, seperti:

دفعتُ عنك عواديَ. أكرمتُ أَعيميَ فقيراً. علَّمت الفتاةَ راجِيَ
Aku telah menolak darimu ........... (maaf maknanya belum ketemu)
Aku telah memuliakan seorang buta kecil yang fakir
Aku telah mengajarkan seorang pemudi ......... (maaf maknanya belum ketemu)

FI’IL
Fi’il adalah kalimah yang menunjukkan suatu makna pada dirinya dengan diikuti oleh waktu, seperti:

Ia telah datang : جاءَ
Ia sedang (akan) datang : يَجيءُ
Datanglah : جيءَ
Ciri fi’il adalah menerima huruf-huruf:

"قَدْ" أو "السينَ" أو سوْف"، أو "تاءَ التأنيثِ الساكنة،، أو "ضميرَ الفاعل"، أو "نون التوكيدِ"
Contoh-contoh:

Sungguh ia telah datang : قد قامَ
Kadang-kadang ia datang : قدْ يقومُ
Engkau (pria) akan datang : ستذهبُ
Kelak kami akan datang : سوف نذهبُ
Ia (wanita) telah berdiri : قامتْ
Aku telah berdiri : قمت
Engkau (wanita) telah berdiri : قمتِ
Supaya dia benar-benar menulis : لِيكتبنّ
Supaya dia benar-benar menulis : لَيكتبَنْ
(benar-benar) Tulislah : اكتُبّن
(benar-benar) Tulislah : اكتبَنْ

HURUF
Huruf adalah kalimah yang menunjukkan suatu makna pada selainnya, contoh:

هَلْ وفي ولم وعلى وإنَّ ومِنْ
Dan tidak ada ciri yang membedakannya, sebagaimana pada isim dan fi’il.
Huruf dibagi tiga bagian, yaitu:
Huruf yang dikhususkan masuk kepada fi’il saja atau kepada isim saja, seperti huruf jar.
Huruf yang menashabkan kepada isim dan merafa’kan kepada khabar.
Huruf yang masuk kepada isim-isim, juga masuk kepada fi’il, seperti: huruf athaf dan huruf istifham.

Minggu, 03 Februari 2008

MUKADDIMAH

KUMPULAN PELAJARAN BAHASA ARAB
KARYA : MUSHTOFA AL-GHALAYANI


MUKADDIMAH
1. Bahasa Arab dan Ilmu-ilmunya
2. Kalimah dan Pembagainnya
3. Murakkab (Susunan Kalimat), Macam-macam dan I’rabnya
4. I’rab dan Bina`
5. Kesimpulan I'rab



1.1. Bahasa Arab dan Ilmu-ilmunya
Bahasa adalah lafazh yang digunakan oleh suatu bangsa (kelompok masyarakat) untuk menerangkan maksud-maksud mereka. Bahasa itu sangat banyak, dari segi lafazhnya berbeda tapi dari segi maknanya satu. Maksudnya, satu makna yang mengungkapkan maksud dari individu-individu. Namun, setiap bangsa dalam menerangkan suatu kata (lafazh) berbeda dengan bangsa lainnya.
Bahasa Arab adalah kalimat-kalimat yang digunakan oleh bangsa Arab untuk menerangkan maksud-maksud mereka dan telah sampai kepada kita dengan jalan periwayatan. Alquran dan Hadits Nabi SAW telah memeliharanya, dan juga apa-apa yang diriwayatkan dari orang-orang yang terpercaya dari prosa-prosa dan perkataan mereka.

Ilmu Bahasa Arab
Para ahli bahasa Arab merasa khawatir bahasa arab akan disia-siakan setelah bercampur dengan bahasa selain Arab, mereka mengumpulkan dalam kamus-kamus dan mereka sungguh-sungguh menyampaikan seraya memeliharanya dari kesalahan, dan dasar-dasar ilmu ini disebut ilmu-ilmu Bahasa Arab. Jadi ilmu-ilmu bahasa Arab adalah ilmu-ilmu yang dapat menyampaikan kepada pemeliharaan lisan dan tulisan dari kesalahan. Dan bahasa Arab mempunyai tiga belas bagian ilmu, yaitu: sharaf, i`rab (keduanya dikumpulkan dalam ilmu nahwu), rasm (tulisan), ma`ani, bayan, badi`(ketiganya termasuk pembahasan ilmu balaghah), arudh, qawafy, bacaan syair, insya (mengarang), khutbah, sejarah sastra dan matan lughah.

Sharaf dan I`rab
Dalam bahasa Arab, kalimat dibagi kepada dua keadaan, yaitu: mufrad (tunggal) dan tarkib (susunan). Pembahasan tentang kalimat mufrad, karena wazan dan keadaannya khusus, itu temasuk obyek dari ilmu sharaf. Dan pembahasan kalimat tarkib (berupa susunan dari beberapa kalimat) karena keadaan akhir kalimat yang menuntut kepada adanya suatu metode orang Arab pada perkataan mereka - dari segi rafa`, nashab, jar, jazm atau dari keadaan suatu kalimat yang tetap setelah mengalami perubahan, - dan hal ini menjadi obyek dari ilmu i`rab.
Dengan demikian sharaf adalah ilmu tentang pokok-pokok untuk mengetahui bentuk kalimat bahasa Arab dan keadaannya, bukan dari segi i`rab dan mabninya.

Maka sharaf adalah ilmu yang membahas tentang kalimat yang pembahasannya dilihat dari segi i`lal, izdgham, ibdal, dan dengan ilmu tersebut kita dapat mengetahui apa-apa yang mewajibkan membentuk suatu kalimat sebelum kita menyusunnya dalam kalimat jumlah. Obyek ilmu ini adalah isim mutamakkin (isim mu`rab) dan fi`il mutasharrif. Jadi ilmu sharaf tidakmembahas isim-isim mabni dan fi`il-fi`il yang jamid, juga tidak membahas kalimah huruf.
Ilmu sharaf telah lama menjadi bagian dari ilmu nahwu, hal ini diketahui karena ilmu nahwu adalah ilmu untuk mengetahui keadaan suatu kalimat bahasa Arab, baik secara mufrad (kata tunggal) atau murakkab (susunan).
Ilmu sharaf merupakan ilmu bahasa Arab yang sangat penting, karena ilmu ini meletakkan kepastian harkat suatu kalimat, dan mengetahui pembahasannya, lafazh-lafazh yang dinisbatkan kepadanya, dan merupakan ilmu yang mengumpulkan secara kiyas ataupun sama`i. Dan bertujuan mengetahui kalimat dari segi i`lal atau idzgham atau ibdal dan selain dari hal-hal yang pokok yang wajib bagi setiap sastrawan dan para ulama untuk mengetahuinya, karena takut jatuh kepada kesalahan yang banyak terjadi pada para sastrawan yang tidak dapat mengambil manfaat dari ilmu yang agung ini.

I`rab adalah - yang pada saat ini disebut ilmu nahwu - yaitu ilmu untuk mengetahui keadaan suatu kalimat bahasa Arab dari segi i`rab dan mabninya, maksudnya untuk mengetahui darisegi susunannya, maka dengan i`rab kita mengetahui hal-hal yang mewajibkan keadaan akhir suatu kalimat dari segi rafa` atau nashab atau jar atau jazm, atau tetapnya suatu keadaan setelah tersusun dalam suatu jumlah. Dan mengetahuinya sangat penting bagi setiap orang yang akan membawakan suatu tulisan, khutbah dan pelajaran sastra Arab.